Setelah gw join grup investasi saham di sosial media, banyak investor baru yang salah kaprah terkait investasi saham. Gw pun sebenarnya dulu juga sempat terjebak info-info liar ini🤦♀️. Hal tersebut selalu berkeliaran dan membuat bingung investor yang baru terjun ke dunia investasi. Biar ga bingung dan salah paham lagi, berikut beberapa hal yang sering disalah-artikan oleh investor baru:
1. Diversifikasi terlalu banyak
Pertama, diversifikasi itu memang penting. Ibaratnya kalau kita menyimpan 10 telur di satu keranjang dan keranjangnya jatuh, maka semua telur yang kita miliki akan pecah. Idealnya, kita perlu bagi tempatnya, misalnya dibagi ke 3 keranjang, 4 telur di keranjang A, 3 telur di keranjang B, dan 3 sisanya di keranjang C. Kita perlu diversifikasi saham agar ketika satu saham nilainya anjlok, kita masih dapat meraih keuntungan di saham yang lain. Masalahnya, kalau kita diversifikasi terlalu banyak, maka keuntungannya tidak akan maksimal dan bakal susah mengaturnya. Seperti menaruh 10 telur di 10 keranjang berbeda, tentu bakal ribet menjaganya karena akan susah fokus. Idealnya, kita hanya perlu invest di beberapa saham yang berbeda sesuai budget. Misalkan dengan modal 10juta, diversifikasinya cukup 4jt di sektor energi, 3juta di sektor industri, dan 3juta sisanya di sektor kebutuhan primer.
2. PBV rendah tanda saham bagus
Ketika mempelajari fundamental saham, salah satu faktor yang perlu diperhatikan adalah PBV (Price to Book Value), atau nilai perbandingan antara harga saham dan harga dasar modal perusahaan per lembar saham. Jika PBV rendah, itu artinya harga saham lebih murah. Begitu juga sebaliknya, jika PBV tinggi maka harga saham dinilai kemahalan. Sehingga banyak orang menilai bahwa PBV rendah artinya harga saham tersebut lagi diskon dan akan bangkit lalu menghasilkan keuntungan yang tinggi. Ini ga sepenuhnya benar. PBV rendah memang berarti murah, tapi bila PBV terlalu rendah bisa jadi saham itu emang ga laku di pasaran, sehingga nilainya sulit naik. Bukannya berpotensi naik, malah stuck di situ-situ aja. Normal PBV itu adalah mendekati 1.0, jika terlalu rendah atau terlalu tinggi juga mengindikasikan bahwa sahamnya sedang tidak baik-baik saja. Kecuali mungkin saham perbankan yang PBV nya emang rata-rata tinggi karena peminatnya tinggi di pasar saham. PBV memang salah satu faktor untuk menilai saham tersebut layak dibeli atau tidak, tapi bukan satu-satunya. Selain PBV yang perlu diperhatikan adalah laba bersih (EBT), nilai penghasilan per saham (EPS), rasio dividen (dividend yield), rasio hutang (DER), dan beberapa poin lainnya. Mungkin di lain kesempatan gw bakal bahas mengenai fundamental ini😀.
3. Mulai investasi di waktu yang tepat
Banyak orang yang ragu dan menunda untuk memulai investasi karena menunggu waktu yang tepat di saat harga saham lagi pada murah dan akan naik berkali-kali lipat sehingga untung besar. Faktanya, naik-turunnya harga saham memang bisa diprediksi dalam jangka pendek, tapi ga ada yang benar-benar tahu pasti kapan waktu yang tepat untuk memulai. Seorang trader professional bahkan expert sekalipun pasti pernah mengalami kerugian, prediksi mereka pasti pernah meleset. Siapa yang bisa menebak saham CUAN bisa melesat lebih dari 6000%? Cuma tuhan yang tahu😇. Bahkan GOTO yang dulu diprediksi bakal naik tinggi saat ini malah di bawah Rp100🫣. Salah satu quote yang gw suka adalah “waktu terbaik untuk memulai investasi ada 2, pertama 10 tahun yang lalu, kedua hari ini”. Semakin ditunda untuk memulai maka semakin hilang kesempatan untuk mempelajarinya.
4. Saham bikin cepat kaya
Banyak orang yang memulai investasi dengan harapan agar cepat kaya karena melihat investor-investor kelas kakap yang duitnya banyak. Faktanya, orang yang kaya dari investasi saham itu tidak kaya dalam sekejap, melainkan ada prosesnya hingga dia berada di titik saat ini (kecuali terafiliasi judi online🤣). Lagian, high-risk high-return, orang yang mendapatkan duit banyak dari investasi saham itu modalnya ga sedikit, tapi miliaran bahkan triliunan. Untungnya miliaran, ruginya juga miliaran. Floating loss miliaran rupiah bagi mereka udah hal yang wajar. Beda sama investor retail, duit hilang seribu aja masih dicariin🤣. Jarang ada saham yang nilainya selalu naik. Pasti ada turunnya juga. Beberapa saham memang ada yang naiknya meroket, seperti DCII, ADMR, atau CUAN. Tapi itu sesuatu yang jarang terjadi.
5. Untuk jangka panjang, liat kinerja 5 tahun terakhir
Gw sempat jadi korban statement ini🥲. Faktanya, kinerja 5 tahun terakhir suatu saham di masa lalu tidak menjamin apa-apa terhadap kinerjanya di masa depan. Banyak faktor yang mempengaruhi nilai saham di masa lalu dibandingkan nilai saham di masa depan, seperti faktor politik, ekonomi, kondisi pasar saham, atau kondisi perusahaan pada masanya. Jika targetnya untuk jangka panjang, maka yang perlu diperhatikan adalah nilai-nilai fundamentalnya seperti Price to Book Value (PBV), Price to Earning Ratio (PER), Earning per Share (EPS), Debt to Equity Ratio (DER), Return on Equity (ROE), Dividen Yield, Dividen Streak, dan beberapa point lainnya.
6. Invest di saham yang produknya sering dibeli
Statement ini gw temukan di sebuah grup investasi beberapa hari lalu. Ini bahkan sebenarnya ga ada relevansi sama sekali dengan strategy jangka panjang. Logika aja, masa kita harus beli batubara dulu sebelum memutuskan untuk membeli saham batubara🤭. Banyak juga saham yang produknya laku dan terkenal di tengah masyarakat tapi kondisi dapur perusahaannya malah jelek dan sahamnya anjlok. Jadi, ini ga ada hubungannya. Balik lagi, jika tujuannya jangka panjang maka yang dilihat adalah poin fundamentalnya.
7. Investasi saham hanya untuk orang kaya
Salah satu alasan yang membuat orang berpikir ulang untuk memulai investasi adalah karena masalah modal. Mereka pikir hanya orang kaya dengan modal besar yang bisa berinvestasi. Faktanya, ga harus jadi orang kaya dengan modal besar untuk memulai. Yang dibutuhkan adalah keberanian dan strategi yang jelas. Jika penghasilan pas-pasan, sisihkan saja uang dingin sekitar 20% dari penghasilan per bulan untuk investasi. Untuk pemula bisa dimulai dengan membeli saham yang dividen yieldnya cukup tinggi (di atas 8%, semakin tinggi semakin bagus), tapi dengan harga beli per lot terjangkau sesuai jumlah modal. Mulailah dengan strategi yang sederhana seperti Dollar Cost Averaging.
8. Saham itu haram
Beberapa pandangan berpendapat bahwa investasi ke saham itu haram karena barang yang dibeli tidak jelas (Gharar). Faktanya, beli saham itu artinya kita beli surat berharga dari suatu perusahaan sebagai tanda kepemilikan. Namun, karena jaman sekarang sudah serba digital maka surat itu diganti jadi tanda kepemilikan elektronik yang dikirim lewat email. Walaupun porsi kepemilikannya kecil karena belinya dikit, kita tetap terhitung sebagai pemodal perusahaan tersebut. Kalau mau memiliki dengan porsi yang lebih gede ya investnya juga harus gede dong🤭. Kepemilikan itu juga tercatat di Bursa Efek Indonesia sebagai tanda bahwa kita memiliki hak atas perusahaan tersebut. Sehingga sewaktu-waktu kita meninggal pun sahamnya bisa diwariskan ke ahli waris. Dalam fatwa MUI pun sudah dijelaskan bahwa saham itu halal karena menanam modal itu dibolehkan, asalkan investnya bukan di perusahaan yang bisnisnya ga sesuai Islam seperti mengandung riba, atau produk yang dilarang Islam seperti rokok, minuman keras, atau rumah judi. Biar aman bisa invest di ISSI (Indonesia Sharia Stock Index) saja, yang berisi saham-saham yang bisnisnya halal. Atau JII (Jakarta Islamic Index) yang berisi 30 saham terbaik dari index ISSI yang market cap-nya tinggi dengan transaksi harian paling tinggi.
9. Saham itu judi
Sebagian orang juga menganggap investasi itu judi karena beli di saat harga turun, dan jual saat harga naik. Padahal dalam transaksi jual-beli itu hal yang wajar. Seperti membeli emas di harga rendah di pagi hari lalu jual di harga tinggi di sore hari. Itu bukan judi, tapi karena nilainya emang lagi naik, sehingga mendapatkan keuntungan. Sebaliknya, jika setelah dibeli harganya turun, bukan berarti seperti kalah judi. Setiap investasi, apapun itu, termasuk emas, saham, reksadana, obligasi, SBN, sukuk, aset, tanah, dan sebagainya pasti ada resikonya. Tanah yang di sekitarnya dibangun jalan tol pun harganya pasti akan naik drastis. Sebaliknya, tanah yang terdampak bencana alam harganya pasti akan turun drastis. Semua jenis investasi harganya bisa naik maupun turun tergantung kondisi. Dalam investasi kita membeli & memilikinya, dan berhak menjualnya kapanpun. Dengan membeli saham suatu perusahaan artinya kita ikut berkontribusi terhadap perusahaan tersebut. Sedangkan pada judi kita hanya menebak saja. Contohnya Binary Option yang kasusnya sempat heboh dulu, karena kita hanya bertaruh menebak apakah beberapa detik atau menit ke depan harganya naik atau turun. Nah, kalau yang satu ini memang judi, bukan investasi.
10. Menanam modal = memberi hutang
Ada lagi yang berpendapat bahwa menanam modal itu seperti memberi hutang, dan mendapat untung dari hutang itu riba. Faktanya, menanam modal itu tidak sama dengan memberi hutang. Akadnya saja berbeda. Menanam modal itu artinya kita ikut terlibat terhadap bisnis dan mendapatkan hak yang sama atas perusahaan sesuai porsi kepemilikan saham. Ketika perusahaan untung kita juga berhak mendapatkan bagian keuntungannya seperti profit dari harga saham yang naik, maupun dari pembagian dividen. Sebaliknya, jika harga turun maka investor ikut merasakan kerugiannya seperti kerugian dari harga saham yang turun. Keuntungan dibagi bersama, kerugian pun ditanggung bersama. Dalam Islam hal seperti ini dibolehkan dan disebut Mudharabah (kerja sama). Sedangkan memberi hutang itu kita ga ada hak apa-apa atas bisnis. Hak pemberi hutang hanyalah duit kembali sesuai nominal yang dipinjamkan. Ga peduli untung/rugi bisnis perusahaan tersebut, yang penting duitnya balik. Dalam Islam, mengambil untung dari pinjaman itu dilarang. Inilah yang membedakan antara menanam modal dan memberi hutang.
11. Dividen = bunga bank
Beberapa orang menilai bahwa dividen itu sama kayak bunga bank, dan bunga bank itu riba. Padahal dividen dan bunga bank adalah dua hal yang berbeda. Bunga bank itu dikatakan riba bukan karena hadiah uangnya, melainkan karena prosesnya. Bank memberi bunga kepada nasabah bukan secara cuma-cuma. Ketika kita menabung di Bank, uang yang kita tabung itu sebenarnya ga benar-benar disimpan oleh Bank. Melainkan uangnya dipakai oleh Bank. Ketika ada orang lain yang mengajukan pinjaman ke Bank, duit yang kita simpan itulah yang digunakan Bank untuk dipinjamkan (fun fact, kalau banyak nasabah di suatu Bank menarik semua uang yang ditabung di Bank tersebut secara serentak dapat membuat Banknya bangkrut💡). Ketika orang tersebut membayar pinjamannya, maka Bank akan mengenakan bunga atas pinjaman itu. Sebagian bunga yang diterima oleh Bank atas pinjaman itu akan dibagikan ke nasabah yang menabung di Bank tersebut sesuai rasio jumlah saldo di rekening nasabah. Makanya semakin tinggi saldo nasabah di rekening, semakin tinggi juga bunga yang diterima. Di sinilah letak ribanya, karena nasabah secara tidak langsung terlibat sebagai aktor transaksi riba dari pinjaman tadi. Sedangkan dividen dari saham itu asalnya dari keuntungan perusahaan. Ibaratnya, kita patungan rame-rame untuk tambahan modal usaha sebuah perusahaan. Ketika usaha tersebut keuntungannya melebihi target, sebagian keuntungannya akan dibagikan ke orang-orang yang ikut patungan tadi. Itulah yang disebut dividen. Tapi perlu diperhatikan juga, ga semua perusahaan membagikan dividen ketika melewati target. Misalnya perusahaan tersebut ingin memperluas bisnis, jadi duit hasil keuntungannya diputerin lagi jadi modal. Semua itu tergantung hasil RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) di mana semua pemegang saham (termasuk yang kepemilikannya dikit😅) diundang untuk menentukan berapa dividen yang akan dibagikan atau setuju untuk diputerin kembali sebagai modal. Makanya setiap tahun pasti ada RUPS yang biasanya salah satu poin rapatnya adalah terkait dividen.