Menghitung Harga Wajar Saham
Sun. Jun 23rd, 2024 01:40 AM6 mins read
Menghitung Harga Wajar Saham
Source: HuggingFace@TonyAssi - stock fair price

Saat berinvestasi ke saham tentu semua orang berharap bisa membeli dengan harga murah lalu jual dengan harga tinggi. Semuanya pasti ingin untung. Namun, untuk menentukan apakah sebuah emiten saham layak dikoleksi untuk jangka panjang kita perlu analisa fundamentalnya. Salah satunya adalah dengan cara memeriksa apakah harga pasar saham tersebut saat ini sedang berada di harga wajar atau tidak. Bisa jadi ada saham yang harga pasar untuk satu lot-nya mahal tapi harga wajarnya justru harusnya lebih mahal lagi karena kinerjanya emang bagus sehingga saham tersebut dikategorikan undervalued dan harga pasarnya sekarang dianggap murah. Sebaliknya, bisa saja ada saham yang harga pasar untuk satu lot-nya murah tapi harga wajarnya justru lebih murah lagi karena kinerjanya jelek sehingga saham tersebut dikategorikan overvalued dan harga pasarnya dianggap mahal. Untuk menghitung apakah suatu saham harganya mahal atau murah ada beberapa rumus. Kita butuh informasi fundamental perusahaan seperti EPS, BVPS, PER, PS, EBT, dan sejenisnya yang biasanya disediakan di aplikasi broker sekuritas.

Graham Number

Graham Number adalah cara yang paling populer digunakan sebagai langkah awal menghitung harga wajar karena rumusnya anti ribet. Rumus ini digagas oleh Benjamin Graham, bapak value investing dunia👴. Rumusnya adalah √(15 * 1.5 * EPS * BVPS) atau bisa disederhanakan menjadi √(22.5 * EPS * BVPS).

  • 15 adalah nilai konstanta dari rasio Price to Earning yang dianggap ideal;
  • 1.5 adalah nilai konstanta dari rasio Price to Book yang dianggap ideal;
  • 15 * 1.5 ini hasilnya = 22.5 sehingga rumusnya bisa disederhanakan;
  • EPS adalah Earnings per Share, yaitu rasio laba dibagi jumlah saham beredar;
  • BVPS adalah Book Value per Share, yaitu modal perusahaan dibagi jumlah saham beredar;

Kita ambil contoh TLKM dengan EPS = 242.83 dan BVPS = 1432.61. Metric yang dipakai adalah Trailing Twelve Months (TTM), yaitu akumulasi data dari 12 bulan terakhir. Berarti hasilnya adalah √(22.5 * 242.83 * 1432.61) = 2797.73. Artinya harga wajar dari TLKM menurut Graham Number adalah Rp2797. Jika harga pasar TLKM saat ini di atas Rp2797 berarti TLKM itu overvalued alias sudah mahal. Sebaliknya, jika di bawah Rp2797 berarti TLKM itu undervalued alias masih murah dan cocok untuk dikoleksi.

Median Price to Sales Ratio

Median PS Value menggunakan metric Revenue sehingga bagus untuk mendeteksi perusahaan yang penjualannya jelek. Caranya adalah dengan menghitung nilai tengah rasio Price to Sales (PS Ratio) dari 5 tahun terakhir, lalu dikali dengan rasio penjualan per saham. Rumusnya kurang lebih begini: Median PS * (Total Revenue / Outstanding Shares).

  • Median PS Ratio adalah nilai tengah dari harga pasar tiap Revenue per Share (RPS) dari 5 tahun ke belakang;
  • Total Revenue adalah total penjualan terakhir;
  • Outstanding Shares adalah jumlah saham beredar;

Contohnya saham UNVR. 5 tahun terakhir PS Ratio UNVR dari tahun 2019 adalah 7.57, 7.01, 4.02, 4.14, 3.45. Untuk mencari Median, kita perlu urutkan angka tersebut menjadi 3.45, 4.02, 4.14, 7.01, 7.57. Sehingga nilai tengahnya adalah 4.14. Total Revenue setahun terakhir dari UNVR adalah 38086 Milyar. Jumlah Outstanding Shares atau saham yang beredar di pasar saat ini adalah 38.15 Milyar. Berarti hasilnya adalah 4.14 * (38086 / 38.15) = 4133.04. Itu artinya harga wajar UNVR menurut Median PS Ratio adalah Rp4133. Jika harga pasar UNVR saat ini kurang dari Rp4133 berarti UNVR dinilai masih murah. Sebaliknya, jika harga pasar UNVR saat ini lebih dari Rp4133 berarti UNVR dinilai sudah mahal.

Peter Lynch PEGY Ratio

Kalau ini adalah formula yang dirumuskan oleh sesepuh value investing lainnya, yaitu Peter Lynch. PEGY singkatan dari Price/Earnings to Growth and dividen Yield. Ini bagus untuk menilai saham yang pertumbuhannya bagus dan juga ngasih dividen. Rumusnya adalah PE Ratio / (5 years Growth Rate + Dividen Yield).

  • PE Ratio adalah rasio harga saham terhadap laba per saham;
  • 5 years Growth Rate adalah persentase pertumbuhan 5 tahun terakhir. Metric pertumbuhan yang dipakai bisa berupa EPS, EBT (laba sebelum pajak), EBIT (laba sebelum pajak & bunga), EBITDA (laba sebelum pajak, bunga, dan penyusutan aset), atau BVPS;
  • Dividen Yield adalah rasio dividen tahunan dengan harga pasar;

Untuk mencari Growth Rate rumusnya adalah (((Value End / Value Start) ^ (1 / N)) – 1) * 100.

  • Value End adalah nilai metric pertumbuhan saat ini;
  • Value Start adalah nilai metric pertumbuhan N tahun yang lalu;
  • N adalah jangka tahun yang digunakan. Dalam hal ini kita mengambil data dari 5 tahun yang lalu;
  • 1 adalah nilai konstanta dari Price/Earning to Growth yang dianggap ideal;
  • 100 adalah nilai konstanta untuk menhitung persentase;

Kita dapat menggunakan beberapa variabel metric untuk menghitung Growth Rate. Tapi untuk contoh, kita pakai EBT (laba sebelum pajak) saja biar gampang, sisanya dipraktekkan sendiri-sendiri saja. Kita menggunakan BYAN sebagai contoh. Akhir 2019 EBT BYAN = 4332 Milyar. Akhir 2023, EBT BYAN = 25211 Milyar. Itu artinya persentase pertumbuhan EBT BYAN 5 tahun terakhir adalah (((25211 / 4332) ^ (1 / 5)) – 1) * 100 = 42.23.

Selanjutnya baru kita hitung PEGY Ratio-nya. Data PE Ratio BYAN saat ini = 31.24. Growth Rate EBT BYAN adalah 42.23%. Dividen Yield terakhirnya adalah 3.3%. Berarti PEGY Ratio BYAN adalah 31.24 / (42.23 + 3.3) = 0.69. Jika hasilnya kurang dari 1 berarti saham tersebut mahal. Jika hasilnya antara 1 dan 2 artinya harga saham tersebut wajar. Jika hasilnya lebih dari 2, artinya saham tersebut murah. Jadi berdasarkan PEGY Ratio, harga pasar saham BYAN saat ini dinilai mahal.

Peter Lynch Fair Value

Peter Lynch punya jurus lain untuk menghitung harga wajar suatu saham. Selain menggunakan PEGY Ratio, bisa juga dengan rumus berikut: 1 * 5 years Growth Rate * EPS.

  • 1 adalah nilai konstanta dari Price/Earnings to Growth ideal;
  • 5 years Growth Rate adalah persentase pertumbuhan 5 tahun terakhir. Untuk perbankan metric yang dipakai adalah persentase pertumbuhan BVPS atau TBVPS 5 tahun terakhir, sedangkan untuk non-bank metric yang dipakai adalah persentase pertumbuhan laba (EBT, EBIT, atau EBITDA) 5 tahun terakhir;
  • EPS adalah rasio laba dibagi jumlah saham beredar;

Metric Growth Rate untuk saham perbankan dengan non-bank dibedakan di sini. Sebenarnya Growth Rate dari laba adalah yang paling umum digunakan untuk meninjau pertumbuhan laba suatu perusahaan. Namun, di perbankan itu penerimaan laba dipengaruhi oleh kebijakan suku bunga, masalah utang-piutang, dan kondisi pasar lainnya. Jadi menggunakan metric laba untuk menilai pertumbuhan perbankan kurang cocok karena dianggap kurang akurat sehingga BVPS lah yang digunakan khusus perbankan.

Untuk perbankan kita ambil contoh BBRI. BVPS dari BBRI tahun 2019 = 1532.62 dan tahun 2023 akhir BVPS dari BBRI = 2064.87. Berarti Growth Rate BVPS 5 tahun terakhir dari BBRI adalah (((2064.87 / 1532.62) ^ (1 / 5)) – 1) * 100 = 6.14. EPS terakhir dari BBRI = 399.08. Itu artinya Fair Value dari BBRI adalah 6.14 * 399.08 = 2450.35. Berarti harga wajar BBRI menurut formula Peter Lynch adalah Rp2450. Jika harga saham BBRI saat ini kurang dari Rp2450 artinya saham BBRI sedang murah. Sebaliknya, jika saat ini harganya di atas Rp2450 berarti saham BBRI sudah mahal.

Untuk non-bank kita ambil contoh ANTM. EBT dari ANTM tahun 2019 = 687 Milyar dan tahun 2023 akhir = 3854 Milyar. Growth Rate EBT dari ANTM 5 tahun terakhir adalah (((3854 / 687) ^ (1 / 5)) – 1) * 100 = 41.19. EPS terakhir dari ANTM adalah 68.78. Artinya, Fair Value dari ANTM adalah 41.19 * 68.78 = 2833.05. Berarti harga wajar ANTM menurut formula Peter Lynch adalah Rp2833. Jika saham ANTM saat ini harganya kurang dari Rp2833 berarti harganya sedang murah. Sebaliknya, jika saat ini harganya di atas Rp2833 berarti ANTM sudah mahal.

Tangible Book Value per Share (TBVPS)

TBVPS juga bisa digunakan untuk menentukan apakah harga suatu saham mahal atau murah. Ini dianggap lebih akurat dari BVPS karena hanya menghitung aset bersih yang nyata dan likuid. TBVPS rumusnya adalah (Equity – Minority Interest – Intangible Asset) / Outstanding Shares.

  • Equity adalah total kekayaan atau modal perusahaan;
  • Minority Interest adalah Equity dari Non Pengendali;
  • Intangible Asset adalah total aset tak nyata. Seperti Goodwill (hak cipta, merek, lisensi, dll), dan aset tak berwujud lainnya;
  • Outstanding Shares adalah jumlah saham yang saat ini beredar;

Contohnya EMTK, total Equity = 38372 Milyar, Equity dari Kepentingan Non Pengendali = 3692 Milyar, Goodwill = 3006 Milyar, dan jumlah saham beredar = 61.32 Milyar. Tangible Book Value per Share saham EMTK adalah (38372 – 3692 – 3006) / 61.32 = 516.54. Selanjutnya, harga pasar EMTK saat ini dibagi dengan 516.54. Jika hasil baginya 1.5 atau lebih rendah, itu artinya saham EMTK masih murah. Jika hasil baginya di atas 1.5 artinya saham EMTK udah mahal.

Verdict

Untuk menghitung harga wajar suatu saham bisa dengan mencoba rumus-rumus di atas. Selain rumus-rumus di atas, sebenarnya masih ada beberapa rumus lain yang perhitungannya sangat rumit🤯. Yang gw bahas hanya yang menurut gw masih gampang dicoba. Masing-masing rumus punya kelebihan dan kekurangan. Agar lebih yakin, dicoba saja semua rumusnya. Kalau hasilnya semuanya undervalue, itu artinya harganya memang lagi murah dan bagus untuk dikoleksi jangka panjang. Beberapa metric punya varian. Contohnya EPS ada varian lain seperti EPS Without NRI, yaitu EPS dengan mengecualikan pengeluaran yang ga rutin atau yang diprediksi ga akan dilakukan di masa depan. Kalau ingin hasil yang lebih akurat, bisa gunakan nilai EPS Without NRI pada rumus di atas yang menggunakan EPS. Begitu juga dengan EBT (laba sebelum pajak), ada varian seperti EBIT (laba sebelum pajak dan bunga) dan EBITDA (laba sebelum pajak, bunga, dan penyusutan aset). Menggunakan varian EBITDA sebagai variabel dianggap lebih akurat daripada EBT. Lalu BVPS yang memiliki varian TBVPS yang mengecualikan Goodwill dan aset tak nyata. Semua varian bisa dibongkar-pasang untuk mendapatkan pencerahan. Perlu diingat, masa lalu saham ga menjamin masa depan, tapi dengan data masa lalu yang stabil kita bisa memprediksinya. Terkadang saham yang undervalued juga ga menjanjikan. Kalau perbandingan harga pasar dan harga wajarnya terlalu jauh selisihnya kita juga perlu hati-hati sama yang namanya Value Trap. Bisa jadi secara bisnis masa lalu perusahaan memang bagus tapi masa depannya itu suram. Misalnya perusahaan rokok yang di masa lalu penjualannya bagus, tapi pemerintah mulai menaikkan pajak rokok dan banyaknya kampanye anti rokok yang berdampak pada masa depan perusahaan. Hasil untuk beberapa rumus juga bisa aja bertolak belakang satu sama lain. Jika ada, itu tandanya secara fundamental sahamnya emang lagi labil. Untuk itu perlu eksperimen beberapa rumus & varian metric serta tetap berpikir secara rasional sebelum memutuskan.

© 2024 · Ferry Suhandri