Living in Jakarta
Mon. Jun 22nd, 2020 09:00 AM5 mins read
Living in Jakarta
Source: flickr@joe-joe - Jakarta Skyline Part 2

Kali ini tulisan gw tentang Jakarta yang hari ini berulang tahun ke-493 🥳. Setelah lulus kuliah, gw memutuskan pindah ke Jakarta pada Agustus 2017 untuk kerja. Saat ini gw bekerja sebagai Engineer di salah satu startup SaaS di bidang Supply Chain Management di Kuningan, Jakarta Selatan. 3 tahun tinggal di Jakarta banyak menyimpan suka duka. Tapi lebih banyak sukanya sih. Lebih suka aja dibanding tinggal di Bandung dulu waktu kuliah. Mengapa Jakarta? Ada beberapa alasan yang membuat gw memutuskan berkarir di Jakarta dibanding kota-kota lainnya. Berikut opini-opini tentang Jakarta menurut gw berdasarkan pengalam pribadi.

Advantages

  • Salary

Selain karena UMR-nya tinggi, di sini juga banyak jenis pekerjaan yang mampu memberi salary jauh di atas UMR 🤑. Kalau dibandingkan dengan kota lainnya se-Indonesia, cukup jauh perbedaannya. Selain salary, benefit lainnya di luar salary juga bermacam, seperti asuransi, bahkan di beberapa tempat ada yang memberikan investasi semacam reksa dana, makan siang, atau reimbursement pembelian laptop. Salary bagus, benefitnya juga banyak, nikmat mana lagi yang kau dustakan? Dengan salary yang cukup gw bisa menabung lebih banyak. Untuk membeli kebutuhan apapun gw tinggal nabung tanpa harus beli secara kredit. Cocok buat gw yang ga suka ngutang apalagi ke Bank. Di luar Jakarta orang-orang terbiasa lembur untuk mendapatkan tambahan pendapatan. Itu bukan hidup yang gw mau. Gw pribadi sih paling ga mau kerja lebih dari 9 jam. Gw sendiri membiasakan diri untuk menyelesaikan pekerjaan sesuai target, tapi kalau ga tercapai ya dilanjutkan besok, kecuali udah urgent banget, dan itu biasanya gw ga bakal kerja full day besoknya kalau sebelumnya lebih dari 9 jam. Di Jakarta lembur itu seperti aib yang harus dihindari. Sejauh ini work balance gw cukup baik.

  • Peluang karir

Selain salary di atas rata-rata kota lainnya di Indonesia, peluang karir di Jakarta cukup banyak, apalagi sebagai Engineering. Profesi sebagai seorang Engineer di Jakarta lebih dihargai, apalagi di era sekarang kebutuhan teknologi sangat dibutuhkan di berbagai aspek. Di sini gw bebas memilih pekerjaan atau tempat kerja yang gw mau. Kalau udah ga betah di satu tempat, tinggal pindah aja. Bahkan kadang gw ga perlu mengirim lamaran kerja, undangan interview bisa langsung datang via LinkedIn atau email, entah itu dari Talent Hunter, HR, atau bahkan dari founder-nya langsung. Kalaupun gw mengirim lamaran kerja, cukup kirim CV lewat platform semacam JobStreet, TechInAsia, Glints, atau hubungi Talent Hunter di LinkedIn biar mereka yg nyariin kerja buat kita, kita tinggal diam dan nunggu kabar di rumah tanpa repot-repot bikin surat lamaran dan nge-print macam-macam. Udah ga jaman bikin lamaran pakai nulis surat. Selain itu, di sini banyak tempat kerja modern yang menawarkan jam kerja flexible, work from home, result oriented, dan berbagai fasilitas lainnya. Jadi ga terkekang dengan tempat dan waktu seperti di perusahaan-perusahaan yang masih konvensional. Menurut gw kerja itu ga hanya sekedar nyari duit, tapi juga tempat beraktivitas dan menyalurkan bakat. Rugi kalau setengah waktu gw digunakan untuk melakukan sesuatu yang ga gw sukai dan gw ga menikmatinya.

  • Transportasi

Di sini transportasi apa aja ada, tinggal dipilih dengan harga terjangkau. Transportasi umumnya menjangkau hampir ke seluruh area di Jabodetabek. Gw kemana-mana naik transjakarta cukup bayar Rp3500 dan bebas turun di halte mana aja. Atau bisa juga naik kereta dengan tarif Rp3000-13000 tergantung jarak. Bahkan kalau lokasi yang dituju tidak terjangkau bus transjakarta atau kereta, bisa menggunakan ojek online yang sering ngasih diskon. Dan semuanya bisa dibayar tanpa repot-repot bawa uang tunai. Selain itu bisa juga naik bus biasa atau angkot kalau mau. Di kota lain gw cenderung bergantung ke orang lain buat transportasi. I hate being dependant. Di sini gw ga perlu buang-buang duit buat beli motor dan bensin. Ga worth it sih buat gw, apalagi di Jakarta sering macet, lebih enak macet-macetan sambil nyantai di bus atau kereta sih daripada sambil bawa kendaraan. Kalaupun gw mau, gw bisa beli motor tanpa kredit, tapi gw ngerasa ga butuh aja sih selama di Jakarta. Berbeda jika gw harus kerja di kota lain, tentu minimal gw harus punya motor. Dengan salary yang tidak sebesar di Jakarta, mungkin gw baru bisa mendapatkannya dengan cicilan. Sorry, bukan itu gaya hidup yang gw impikan 😤.

  • Wawasan baru

Para perantau dari Sabang sampai Merauke sebagian besar menjadikan Jakarta sebagai tempat rantaunya. Banyak orang-orang hebat berkumpul di kota ini. Gw jadi bisa belajar banyak hal dan saling bertukar pikiran. Gw bersyukur bisa bersaing baik dengan orang-orang hebat di sini, dari berbagai macam daerah, asal-usul, dan background pendidikan, ga kayak katak dalam tempurung. Cukup banyak menambah pengetahuan dan wawasan gw baik secara teknis maupun non-teknis. Gw bisa merangkai mimpi dan masa depan di sini, yang penting pinter-pinter aja ngatur keuangan selama di sini.

  • Easy shopping

Sebagian besar online shop di Indonesia itu ada di area Jabodetabek, jadi kalau shopping online di sini ongkos kirimnya lebih murah. Selain murah, nyampenya juga lebih cepat, bisa kurang dari 3 jam kalau pakai yang express. Selain online shopping, minimarket seperti Alfamart, Indomaret atau Alfamidi selalu ada hampir di setiap 1-2 Km. Mau beli kebutuhan sehari-hari jadi lebih cepat dan gampang. Soal makanan tinggal pesan lewat aplikasi, pakai grab food atau go food, dan tunggu makanan datang. Banyak pilihan dari berbagai restoran dan banyak diskon serta promonya juga. Di sini gw sangat jarang menggunakan uang tunai, banyak merchant di Jakarta udah menerapkan uang elektronik. Jadi ga perlu repot-repot bawa banyak uang di dompet.

Disadvantages

  • Lebaran

Sekarang ngomongin yang kurang enaknya. Sudah bukan hal baru lagi jika saat lebaran Jakarta mendadak sepi. Semuanya pada mudik dan toko-toko banyak yang tutup 2-3 hari. Ini yang paling ga enak saat di Jakarta bagi yang nge-kos. Terutama bagi yang malas atau ga bisa masak. Restoran pada tutup, kecuali restoran-restoran asing yang masih tetap buka setiap hari. Kebetulan lebaran tahun ini gw ga mudik karena covid-19, jadinya selama lebaran gw pesan makanan di restoran Korea atau Jepang deh. Sekali-kali hedon makan di restoran mahal mah gak apa 😅.

  • Kos-kosan

Karena UMR di sini gede, tentu biaya hidup juga lebih gede, termasuk sewa kos-kosan. Dibandingkan kos-kosan di Bandung lumayan jauh perbedaannya. Di Sarijadi, Bandung dulu gw ngekos antara 4jt-4.5jt termasuk listrik per-tahun, di sini rata-rata kosannya 700rb-2jt per-bulan. Sebelumnya gw ngekos di Tebet berdua sama teman gw 1jt 300rb (masing-masing 650rb) termasuk listrik dan kamar mandi dalam, tapi karena sering listriknya sering jepret akhirnya gw pindah ke Matraman ngekos sendiri. Di tempat gw yang sekarang uang kosannya 1jt 150rb ga termasuk listrik, tapi ada Wi-Fi yang cepat dan kamar mandi dalam plus ada mesin cuci, jadi gw ga usah laundry lagi. Tapi untungnya gw ga pake AC dan jarang make listrik berlebihan, jadi listriknya lumayan hemat, perbulan hanya 50rb. Yang sering nyala paling lampu sama laptop doang.

Kira-kira begitulah uneg-uneg gw selama di Jakarta. Terlepas dari biaya hidup yang mahal, tapi worth it lah benefit-nya buat gw. Setidaknya hingga saat ini gw masih betah tinggal di sini. Kalau ingin bersaing dengan dunia luar kita memang harus keluar dari zona nyaman di kampung halaman. Apalagi sekarang di era globalisasi kita dituntut untuk bisa bersaing dengan luar negeri biar ga ketinggalan dengan negara lain. Kalau hanya berkutat di zona nyaman cepat atau lambat sumber daya manusia jadi sulit berkembang.

© 2024 · Ferry Suhandri