Dari kecil sebenarnya gw udah diajari nabung karena gw terlahir bukan dari keluarga kaya. Kehidupan gw pas-pasan, tapi gw diajarkan untuk ga boleh ngutang. Makanya seumur hidup gw jarang ngutang. Kalau ga sanggup beli, gw nabung dulu, kalau masih ga sanggup, ya ga jadi beli. Kalaupun gw pernah ngutang biasanya karena lupa bawa duit, dan itu pun langsung gw bayar tanpa diulur-ulur. Gw jarang banget minta sama orang tua buat beli sesuatu selain kebutuhan sekolah. Menabung udah jadi hal rutin buat gw tiap harinya. Misalkan gw dikasih jajan Rp1000, gw hanya menggunakannya Rp500, sisanya gw tabung. Gw selalu dimarahi kalau menghabisi semua uang untuk sekali jajan. Hal itu masih kebawa-bawa sampai sekarang. Gw jarang beli sesuatu yang ga gw butuhkan. Gw benar-benar memegang prinsip "belilah apa yang anda butuhkan, bukan yang anda inginkan", seperti yang sering tertulis di mall-mall.
Dulu ketika mendengar kata "investasi", dalam bayangan gw investasi itu berupa emas, tanah, rumah, sawah, atau aset-aset mahal sejenisnya. Sesuatu yang belum bisa gw beli. Gw mikirnya investasi itu untuk orang kaya doang. Investasi-investasi jenis lainnya saat itu identik dengan penipuan dan gw sama sekali ga mau tahu tentang hal itu. Termasuk akhir-akhir ini viral tentang Robot Trading, Binary Option, dan investasi-investasi illegal lainnya, membuat konotasi investasi jadi buruk. Selain merugikan juga bisa masuk penjara. Makanya paling aman menggunakan jalur legal yang diawasi pemerintah lewat OJK. Ga usah tergiur investasi yang aneh-aneh yang menjamin keuntungan lebih dari 100%, karena sejatinya ga ada yang bisa menjamin bahwa kita bakal untung.
Awal Mula
Gw mulai mengenal reksadana dan saham ketika gw bekerja. Waktu itu di perusahaan tempat gw bekerja ada seminar tentang perencanaan keuangan. Waktu itu mereka bilang 90% orang Indonesia takut berinvestasi karena berbagai hal, termasuk takut akan penipuan, kemampuan finansial, ga tau investasi, atau alasan lain. Gw termasuk bagian dari yang 90% itu😅. Mereka memberikan statement yang menurut gw sangat make sense. Seperti uang tabungan yang kita simpan itu nilainya tiap tahun akan berkurang karena tergerus inflasi. Kalau kita menabung hanya dalam bentuk uang, otomatis tiap tahun kita pasti akan rugi. Belum lagi tiap bulan kita bayar uang administrasi bank. Mereka juga bilang tentang strategy 4-3-2-1. Dimana 40% uang dari gaji kita itu digunakan untuk kebutuhan primer yang menjadi kebutuhan rutin, 30% untuk kebutuhan penunjang serta dana darurat, 20% untuk asuransi atau investasi jangka panjang yang uangnya ga akan dipakai dalam kondisi apapun sebelum tujuan investasi tercapai, dan 10% untuk amal, zakat, hadiah, & kebaikan lainnya. Untuk yang masih single dan belum banyak tanggungan, bisa dibalik dengan 30% investasi dan 20% kebutuhan penunjang. Jadi kita harus membagi porsi budget kita, ga bisa asal tarik di atm atau asal transfer lagi.
Dilanjutkan dengan permainan Praxis, Board Game tentang pengelolaan finansial dari Singapore. Game-nya seperti game Monopoly, tapi bukan tentang bisnis aset, melainkan tentang simulasi keputusan finansial kita. Di dalamnya ada beberapa skenario random yang terjadi yang bisa mempengaruhi finansial kita. Seperti promosi jabatan, dapat hadiah, bayar tagihan, kena copet, PHK, krisis global, hingga cacat seumur hidup. Kita harus mempersiapkan segala sesuatunya terhadap kondisi finansial kita. Sehingga kita lebih siap ketika hal buruk menimpa kita. Orang yang berhutang ke Bank di permainan itu harus membayar utangnya sebesar 2x lipat dan wajib menggunakan topi "Si Bodoh". Sebisa mungkin jangan ngutang, ini prinsip hidup gw banget😎. Pokoknya seru deh permainannya, lebih seru dari main Monopoly. Gw sempat nyari-nyari game itu di google, tapi ga ada. Ternyata itu game berlisensi, bukan game sembarangan, mahal harganya😅. Gw menjadi pemenang di game itu dengan aset finansial paling tinggi di akhir permainan😎. Dari situ gw merasa confident, "ternyata gw punya bakat tentang mengelola duit😎". Itu adalah pertama kalinya gw mulai menyadari bahwa investasi itu penting. Kita ga tahu apakah di masa depan kita bakal selalu baik-baik saja atau tidak. Untuk itu kita harus punya persiapan untuk menghadapi segala resiko. Keingintahuan gw mengenai saham dan reksadana sejak saat itu sudah ada tapi terpendam, karena kemampuan finansial gw saat itu belum stabil, gw masih belum berani untuk memulai. Tapi gw tetap punya impian, bahwa suatu saat nanti gw harus punya saham, minimal untuk hari tua. Gw ga mau ketika tua gw jadi pengemis atau nyusahin orang lain. Gw ingin ketika tua nanti, gw masih punya penghasilan sendiri dalam bentuk passive income.
Untuk itu gw memutuskan untuk invest di saham, reksadana, dan sukuk. Sebenarnya banyak opsi sih. Seperti Deposito di bank atau bank digital yang returnnya udah pasti sekian persen dan ga bakal rugi. Hanya saja, itu termasuk riba sih. Sama aja kayak kita ngasih hutang ke Bank, terus setelah setahun Bank mengembalikan uang kita, plus bunga sekian persen yang telah disepakati di awal. Kita bertindak seperti rentenir disini. Atau ada juga emas, gw dulu sempat kepikrian invest di emas, tapi setelah dipiki-pikir ntar kalau hilang rugi banget dong😥. Walaupun ada juga emas digital, itu sebenarnya bukan emas beneran, kita cuma invest nilai emasnya saja. Selain itu juga ada Crypto & NFT yang lagi hype. Ini terlalu beresiko, karena ga ada penjaminnya dan ga ada batasannya. Kalau saham ada aset jaminan dan sekuritas penjaminnya, juga ada batasan Auto Rejection untuk menghindari monopoly harga. Sedangkan Crypto & NFT itu "investasi panas", rentan terhadap monopoly dan permainan harga, kayak skema piramid yang beli paling terakhir bakal kena dampaknya. Kalau bukan kita yang dirugikan, orang lain yang akan kita rugikan. Kalau sebuah emiten saham delisting, kita dikasih waktu untuk menjual kembali saham yang masih dimiliki karena udah diatur oleh Bursa Efek Indonesia. Saham lebih jelas aturannya dan banyak faktor yang menentukan harganya. Sedangkan Crypto & NFT kalau bangkrut ya habis sehabis-habisnya, perputarannya hanya adu keras penawaran dan pembelian doang yang mempengaruhi naik-turun harganya. Istilahnya Greater Fools Theory, kita beli di harga mahal lalu berharap ada orang "bodoh" lainnya yang mau membeli aset kita dengan yang lebih mahal lagi. Terutama NFT yang ga jelas parameternya seperti Ghozali yang viral. Entah apa motivasinya orang membeli aset digital daripada aset di dunia nyata. Mark Zuckerberg aja jual tanah virtual di Metaverse, tapi malah beli tanah beneran di Hawaii🤣.
Saham
Investasi Saham ini system-nya bagi hasil. Ibaratnya kita berdua patungan sama teman kita, dengan modal Rp100 juta. Misalkan kita nyumbang modal Rp70 juta, teman kita Rp30 juta. Berarti porsinya, kita 70%, teman kita 30%. Nanti hasil dari usaha tersebut dibagi sesuai porsi modal yang kita berikan. Misalkan hasilnya untung Rp10 juta, berarti kita dapat untung 70% senilai Rp7 juta, dan teman kita dapat 30% senilai Rp3 juta. Begitu juga bila mengalami kerugian, berarti 70% kerugian kita yang tanggung, 30% lagi teman kita yang tanggung. Jadi semua pihak saling menanggung untung dan rugi sama rata sesuai porsinya dan ga bisa semena-mena. Begitulah kira-kira analogi simple-nya, walaupun sebenarnya banyak faktor yang mempengaruhi harga saham, ga hanya pendapatan perusahaan doang.
Gw baru memberanikan diri memulainya baru-baru ini, tepatnya bulan Maret lalu. Gw mulai dari nol, dari mengurus rekening RDN, akun broker, hingga mencatatkan investasi saham perdana gw ke sebuah bank swasta dan perusahaan swalayan senilai 20% dari gaji. Gw masih menggunakan strategy 4-3-2-1 di atas. Awalnya gw juga ga benar-benar paham mengenai saham. Gw belum ngerti beberapa istilahnya, jadi kadang masih nyari-nyari di google. Gw cuma learning by doing. Dalam waktu 2 minggu alhamdulillah gw udah untung 130rb-an🥳. Ga seberapa sih, tapi buat gw itu udah positif banget, maklumlah namanya juga masih baru dan gw invest-nya belum gede. Trus ketika salah satu unicorn IPO, gw juga ikutan book-building dan sekarang resmi jadi salah satu pemegang saham. Dengan menjadi pemegang saham, itu artinya kita berhak hadir di RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) dan berhak ikut voting kalau diadakan. Tapi ga wajib sih, itu cuma hak yang terserah kita mau digunakan atau tidak.
Gw strateginya lebih ke "nabung saham" sih. Strategy ini cocok buat jangka panjang. Gw ga terlalu peduliin grafiknya tiap hari, selama perusahaannya masih baik-baik aja. Gw invest seperti nabung biasa, rutin sekian rupiah tiap bulan. Bedanya dengan nabung biasa, ini ada kemungkinan untung lewat bagi hasil saham, dibandingkan nabung dalam bentuk uang yang udah pasti tergerus inflasi tiap tahunnya. Karena gw masih pemula, jadi gw hanya invest di perusahaan blue chip aja, yaitu perusahaan yang secara profil financial-nya stabil dan bagus buat jangka panjang. Gw liat-liat history beberapa perusahaan besar cukup menggiurkan🤑. Selain itu, gw juga ga terlalu berharap di satu atau dua perusahaan, melainkan gw invest di beberapa perusahaan karena resikonya gede. Ibarat kata pepatah "Don't put eggs on one basket", karena kalau keranjangnya bocor, kita akan kehilangan semuanya. Selain strategy nabung, ada juga namaya strategy "bisnis saham". Kalau ini lebih ke jangka pendek, bisa mingguan atau bahkan harian. Simple-nya beli ketika harga turun, lalu langsung jual ketika harga naik. Kita harus rutin menganalisa naik/turunnya grafik saham yang tentu saja akan menyita waktu. Makanya, gw ga menggunakan strategy ini karena gw ga punya waktu lebih buat rutin pelototin grafik dan belum berani invest gede-gedean😁.
Reksadana
Selain saham, gw juga invest dalam bentuk Reksadana. Dalam reksadana, kita ga mengelola uangnya secara langsung, melainkan lewat Manajer Investasi. Ibaratnya kita nitipin uang kita ke Manajer Investasi, nanti Manajer Investasi mereka yang milihin investasi buat kita. Jadi kita ga perlu repot-repot analisa sendiri. Gw milih yang Reksadana Syariah biar bebas riba, gini-gini gw juga takut dosa😁. Karena kalau gw liat dalilnya, reksadana pasar uang atau pendapatan tetap itu termasuk riba karena keuntungannya didapat dari bunga. Ibaratnya kita ngasih utang ke orang dengan jaminan surat, lalu kita mendaptkan keuntungan dari bunga pinjaman tersebut. Lalu ketika peminjam gagal membayarnya saat jatuh tempo, maka akan dikenakan denda yang akan menjadi sumber pendapatan tambahan kita. Secara prinsip syariah ini termasuk riba. Sedangkan Obligasi Syariah itu menggunakan akad sewa (Ijarah) dan bagi hasil (Mudharabah), bukan dari bunga. Ibaratnya kita sewa ruko, lalu ruko itu kita percayakan untuk dikelola oleh yang biasa mengelola ruko, dan keuntungan atau kerugian dari ruko tersebut dibagi sesuai porsi sewa. Kurang lebih begitulah cara kerjanya. Ini lebih aman dari riba secara agama daripada yang konvensional. Ada juga Reksadana Saham, ini sebenarnya kurang lebih sama seperti saham. Bedanya dengan saham adalah, kalau saham itu artinya kita secara langsung memiliki hak atas sebagian dari kepemilikan perusahaan, makanya kita bisa menghadiri RUPS, voting menyuarakan pendapat, dapat dividen, dan lainnya. Sedangkan di Reksadana kita hanya kerjasama lewat Manajer Investasi, tinggal setor duit ke mereka lalu nanti mereka yang ngatur. Kita cuma tau beres aja, tentunya ada fee tambahan yang harus kita bayarkan ke Manajer Investasi tersebut sebagai upah atas kinerja mereka.
Untuk reksadana, gw invest ga sebanyak gw invest di saham per-bulannya. Perbandingannya 1/3 lah kurang lebih. Tujuannya hanya sebagai dana cadangan saja, amit-amit saham gw anjlok, gw masih punya cadangannya di reksadana, karena resiko di reksadana ini lebih kecil dibanding saham. Sejauh ini, hingga tulisan ini gw publish, gw untungnya baru Rp7 ribu di reksadana😁. Resikonya kecil, untungnya juga kecil sih. Yang penting gw ga rugi. Syukuri aja😇.
Sukuk
Awalnya gw cuma ingin investasi Saham dan Reksadana aja. Tapi setelah dipikir-pikir, gw mau nyoba Sukuk juga. Sukuk adalah Surat Berharga Syariah Negara. Sukuk ini diawasi langsung oleh Menteri Keuangan. Uangnya dialokasikan untuk pembangunan negara, itung-itung ngebantu negara lah. Pas pembelian juga dikirimi email sama Kemenkeu. Secara umum, Sukuk itu seperti kita membeli atau menyewakan aset negara dalam kurun waktu tertentu hingga jatuh tempo dan kita kebagian untungnya. Selama kurun waktu tersebut kita tidak bisa menjualnya atau menarik modal yang sudah disetorkan minimal pada satu tahun pertama. Batas jatuh temponya beragam, umumnya sekitar 2-3 tahun.
Sukuk terbagi 2, yaitu Sukuk Ritel dan Sukuk Tabungan. Sukuk Ritel itu menggunakan akad sewa, dimana negara menyewa aset yang kita beli yang dibayarkan setiap bulan sesuai kesepakatan. Hak sewanya bisa dijual dipindahtangankan ke orang lain setelah satu tahun pertama. Tapi kita tidak bisa menarik modal lebih awal sebelum jatuh tempo. Kalau Sukuk Tabungan, menggunakan akad kerjasama, mirip dengan saham. Negara memberikan imbal hasilnya kepada kita tiap bulan sesuai kesepakatan. Ketika untung besar, kita mendapatkan imbalan yang lebih besar juga. Bedanya dengan Ritel, ini tidak bisa dipindahtangankan, tapi kita bisa menarik modal lebih awal setelah setahun pertama. Hingga saat ini, gw baru nyobain satu produk Sukuk Ritel. Mudah-mudahan berguna buat negara dan buat gw juga😇.
Verdict
Begitulah pengalaman gw berinvestasi akhir-akhir ini. Yang penting sebelum berinvestasi harus tahu dulu tujuannya apa, dan uangnya ga akan dicairkan sebelum goals itu tercapai. Harus sabar & konsisten dan jangan terdistraksi untuk segera mencairkannya. Lebih baik menabung lewat investasi untuk membeli sesuatu yang mahal daripada berhutang, apalagi ngutangnya ke Bank yang tentu saja ada bunganya. Kita ga pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan, untuk itu kita harus punya persiapan. Bagi gw, lebih baik ketika tua nanti kita meninggalkan warisan berupa saham daripada meninggalkan utang😎.